Jumat, 24 Oktober 2008

KEMBALIKAN APOTIKKU PADAKU

Sudah hampir 5 thn saya menjalankan apotik profesi (saya pemiliknya, saya apotekernya, saya fulltime disana , bahkan saya bertempat tinggal disana, saya juga tidak mempunyai tenaga AA, semua sarana dan prasarana obat saya yang tangani). Memang omzet saya masih kalah dibandingkan dengan apotik waralaba besar lainnya (msl, apotek Melawai, Apotik KF, apotik K-24, apotek MedicineShop dan lain sebagainya yang berdekatan dengan lokasi apotik saya). ibaratnya , mereka menangkap ikan besar dengan umpan besar, sementara saya memancing ikan kecil dengan umpan kecil . Tetapi sampai sekarang saya masih tetap eksis dan tidak tergeser oleh kekuatan dan daya saing yang kuat dari mereka, bahkan omzet sayapun tidak berpengaruh dari dulu. Mungkin ini karena pangsa pasar dan model pelayanan yang saya berikan pada masyarakat berbeda dengan apotik yang berorientas bisnis tersebut. Apotek profesi yang saya kelola lebih beorientasi pada “drug councelling” ( drug side effect, drug of choice, obat murah, no polyfarmasi), pelayanan apotek saya lebih bersifat “pasien oriented . Jadi dari dulu pasien yang datang ke apotek saya adalah masyarakat yang senang dan fanatik , dan dari tahun ke tahun makin bertambah saja (padahal apotik saya berukuran jauh lebih kecil dan kalah segala-galanya dari apotik waralaba tadi), mungkin masyarakat merasa bebas untuk bertanya masaalah obat yang dia konsumsi. saya membuka pelayanan konsultasi obat gratis tanpa harus membeli obat , bagi saya kesembuhan pasien adalah tujuan utama. saya selalu bilang pada pasien bahwa obat yang bagus bukanlah obat yang mahal , tetapi obat yang tepat untuk kesembuhan. Obat dan penyakit itu ibarat gembok dengan kuncinya, jadi harus pas. Memberikan informasi yang baik dan tepat pada pasien ada seninya karena tidak semua pasien mampu menangkap informasi yang kita berikan. dilain waktu saya akan memberi resep pada sejawat , bagaimana menghadapi berbagai type pasien yang berkunjung ke apotik. Jadi menurut saya, apoteker harus konsisten dengan profesinya dan mampu melakukan kerja yang benar-benar profesional di apotik, tanpa pamrih, bukan seperti apoteker amatiran yang selama ini dilakoni oleh kebanyak teman sejawat kita (seperti apoteker yg kerja rangkap itu) . Apotek Profesi akan selalu kokoh walau diterjang oleh badai apapun termasuk badai Globalisasi. Apoteker harus mempunyai rasa percaya diri dan keyakinan yang kuat , tidak boleh lemah dan menyerah dengan sedikit saja persaingan yang tidak sehat dalam kancah perperangan bisnis obat. Apotek yang beorientasi bisnis akan menempatkan Apoteker sebagai bawahan atau karyawan, bukan sebagai mitra, peranan apoteker di apotek tersebut tidaklah dominan dalam penentu keputusan , lain halnya dengan apotek profesi. Sekarang ini para apoteker kita sudah kehilangan rumahtinggalnya , apotek sudah diambil alih oleh pemilik modal besar, apoteker hanya orang gajian, apoteker hanya orang kontrakan , apoteker jangan macam-macam kalau tidak ingin ditendang oleh ibu Kost. Maka sebagai apoteker seharusnya aku berdendang lantang ” KEMBALIKAN APOTEKKU PADAKU”.

APOTIIK " BISNIS APA KERJA PROFESI "

Kita tidak bisa mengingkari bahwa di dalam usaha apotik unsur bisnis dan unsur pelayanan yang saling terkait satu sama lainnya, dan satunya lagi unsur pengabdian bagi Apoteker. Maka wajar antara apoteker dan PSA harus besinergi untuk saling menutupi kekurangannya masing-masing. Idealnya PSA fokus pada management bisnis, sementara Apoteker fokus pada pelayanan pasien dan pengelolaan obat. Enam bulan pertama, mungkin apoteker masih mampu konsisten menjalankan tugas profesinya (datang setiap hari , selalu melayani pasien, mengontrol dan mengawasi tugas-tugas asistennya), namun setelah itu, mulai terasa kalau tugas-tugas tersebut merupakan rutinitas yang mebosankan , apoteker mulai jenuh di apotek, apalagi kalau PSA tidak memberikan insentif yang cukup memadai, sementara tugas-tugas di kantor utamanya (apoteker PNS) sudah tidak mungkin ditinggalkan dan semakin menumpuk. Maka tentu saja tugas-tugas di apotek dinomorduakan, bukankah asisten sudah mampu melaksanakan semuanya. Apoteker semakin jarang datang ke apotek. lama-lama terasa enak juga, karena Gaji di apotek tidak pernah dipotong oleh PSA, tidak pernah kena tegur oleh PSA apalagi di SP3 kan . Satu -dua tahun sudah berlalu, apoteker mau minta naik gaji sama PSA, tetapi dia merasa ngak enak, karena selama ini dia hanya datang sekali sebulan untuk ngambil gaji, akhirnya dia mengurungkan niatnya, lagian PSA nya sering ngeluh karena break-even point belum tercapai juga . Ngak apa-apalah ngak naik gaji dari pada izajah apoteker ngangur dan jadi pajangan di rumah, begitu mungkin bathin si apoteker. Apoteker yang baru tamat banyak berkeliaran di luar sana dengan penawaran gaji yang sama atau mungkin lebih rendah. Kalau PSA berpaling ini bisa gawat, tidak gampang menjadi APA di apotek lain, begitu mungkin batin di APA tadi. Ini bukan sekedar cerita rekaan, tetapi begitulah yang sering dialami oleh apoteker yang bekerja rangkap. Saya sebagai apoteker sebenarnya sangat prihatin dengan kondisi yang terjadi tersebut, tetapi bagaimana lagi, yang merusak kredibilitas apotker adalah apoteker sendiri, seolah ijazah apoteker tergadaikan dengan lembaran rupiah. Padahal apoteker yang berprofesi sebagai APA bekerja dibawah sumpah apoteker ada undang-undang dan peraturan negara yang mengawasinya. Saya yakin tidak semua sejawat memiliki pola pikir seperti apoteker tadi. Untuk itu marilah kita saling memberi nasehat demi kebaikan bersama menuju pemurnian profesi apoteker yang kita cintai ini.

VIAGRA OH VIARGA

VIAGRA OH VIAGRA


Sildenafil sitrat adalah produk hasil kerja keras tim Pfizer , Sandwich”. Pada awalnya senyawa ini dipelajari untuk menyembuhkan penyakit hipertensi dan angina pectoris (kardiovaskular ischemi). Secara kebetulan side-efek yang terjadi adalah peningkatan faktor ereksi. Akhirnya Pfizer memutuskan untuk memasarkan Sildenafil sitrat sebagai obat disfungsi ereksi. Senyawa ini dipatenkan dengan nama Viagra pada tahun 1996 dan 2 tahun kemudian diakui oleh FDA sebagai obat pertama yang dapat mengobati penyakit disfungsi ereksi. Pada awal launchingnya ( 1999 - 2001) , obat ini benar-benar diserbu oleh para peminatnya dan meraih rekor penjualan tertinggi yaitu 1 milyar dolar, itu baru di Amerika saja. Pihak Pfizer menginginkan Viagra dapat digunakan sebagai obat untuk meningkatkan kualitas seksual, namun Badan-POM-nya Amerika dan Inggris menyatakan bahwa Viagra hanya dapat diserahkan dengan resep dokter. Tetapi pada kenyataannya, banyak sekali pihak yang ingin memasarkan Viagra baik secara langsung maupun melalui media masa atau ”Online” di Internet. Akibatnya Viagra mudah diperoleh di toko-toko Obat dan accesories (sex Toys). Dan perlu diingatkan bahwa di pasar bebas banyak ditemukan Viagra palsu atau sub standar. Sekarang bermunculan lagi praktek ”Konsultasi Viagra” ( Konsultasi Online di Internet) mereka dikenal ”Herbal Viagra” untuk si ” Pil Biru ” atau si ”Vitamin V” tersebut.
Hak paten Viagra akan berakhir pada tahun 2013, dan sekarang senyawa mirip kerja Viarga sudah bermunculan , sebut saja ”Levitra (Verdenafil)” atau ” Cialis( Tadalafil)”.
Secara fisiologis , ereksi ditimbulkan karena stimulan syaraf parasimpatik akibat terbebasnya unsur Nitrogen Oksida yang terdapat pada corpus Cavernosum di organ ereksi. Nitragen Oksigen yang terikat pada reseptor enzim Guanylat siklase akan mengaktifkan siklus cGMP dengan efek vasodilatasi pada organ Corpus Cavernosum itu , akibatnya curah darah ke organ ereksi akan meningkat pula. Secara alamiah , siklus cGMP akan segera berakhir karena adanya efek inhibitor dari enzim fosfodiesterase tipe5 (PDE5).
Sildenafil bekarja menghambat efek inhibitor dari PDE5 itu, sehingga siklus cGMP dapat bertahan lama untuk mempengaruhi organ ereksi. Teoritisnya , pria yang mengalami ganguan pada siklus cGMP atau memiliki enzim PDE5 yang tinggi , akan mengalami gangguan atau disfungsi ereksi. Namun tanpa stimualsi seksual, jangan diharap Viagra akan menimbulkan ereksi langsung, karena proses ereksi itu sendiri melibatkan proses pelepasan Nitrogen Oksida dan melibatkan siklus cGMP yang ditimbulkan dari efek stimulasi seksual. Hal yang sama juga berlaku untuk ”Cialis” dan ”Levitra”.
Sildenafil dimetabolisme oleh enzim hepatis ( Cytocrom P450) dan di ekresi ke ginjal , atau ditumpuk lagi di jaringan hati. Maka perlu perhatian pada penderita disfungsi liver, karena efek Viagra bisa lebih poten atau lebih lama. Dan jangan mencampur Viagra dengan obat-obat yang bersifat inhihitor Cytochrome P450 (misalnya ; Cimetidin, ketokonazol dan Erytromysin). Sekarang ini, penggunaan Viagra sudah sangat berlebihan, dimana sering disalah-gunakan oleh anak-anak muda untuk pesta sek (Sextasi) yaitu dengan mencampurnya pakai pil ektasi, sebut saja Methyllendioksimetamfenamin atau MDMA itu.
Kontraindikasi dari Viagra cukup banyak, diantaranya bagi yang organ jantungnya bermasaalah, bagi yang fungsi livernya tergganggu, begitu juga yang fungsi ginjalnya tidak optimal, atau yang berbakat hipertensi dan hypotensi, maka sebaiknya berpikirlah dua kali sebelum mengkomsumsi obat ini. Sedangkan side efeknya , juga perlu perhatian khusus, seperti sakit kepala, denyut jantung lebih cepat atau berdebar-debar, bunyi bising di telinga, tekanan darah turun, bersin-bersin, dan bisa juga terjadi gangguan penglihatan.
Kalau penasaran ingin mencobanya, mulailah dengan dosis terkecil dulu ( 12,5 mg atau 25 mg) dan rasakan reaksinya setelah terjadi absorbsi 30 – 60 menit , sedangkan eliminasi total dari obat ini akan terjadi setelah 24 jam kedepan..(Hendri)

Jumat, 17 Oktober 2008

APOTEK RAKYAT

Apotik Rakyat

APOTIK RAKYAT YANG TIDAK MERAKYAT

Banyak keanehan di apotik rakyat di Pasar Pramuka

1. Apakah Apotik Rakyat untuk rakyat?
Idealnya yang membutuhkan APOTIK RAKYAT adalah rakyat biasa dalam kategori pasien yang membutuhkan obat murah. tetapi kenyataannya.. konsumen yang belanja di apotik rakyat di dominasi oleh para pedagang obat , para dokter, atau para pemilik klinik. Misalnya. anda punya resep ( misal tertulis amoksilin 500 No XV dan Flutamol tab No XV) , coba anda serahkan kesemua apotik rakyat yang ada di pasar pramuka itu, tentu mereka keberatan melayani anda . Karena obat yang ada di dalam resep anda berjumlah 1,5 strip , jadi apotek rakyat itu tidak mau melayani anda. kalau anda membelinya 1 box , maka anda langsung dilayani. itu berarti anda belanja seperti pedagang saja. Kalau anda ingin membuktikannya, silahkan anda coba sendiri.
2. Nama Apotek Rakyat
Kalau anda ke pasar pramuka, maka anda jangan heran kalau anda melihat ada 4 buah nama apotik yang sama dan saling berdekatan. artinya setiap apotik rakyat mempunyai 4 nama apotik yang sama. apotik dengan nama yang sama itu dimiliki oleh pemilik yang berbeda. Aneh bukan !. . selama ini yang kita tahu , dalam satu daerah masing-masing apotik tidak boleh mempunyai nama yang sama, ternyata ketentuan itu di langgar di komplek apotek rakyat di pasar pramuka .
3. Apoteker penanggung jawab
Kalau selama ini yang kita tahu, satu apoteker hanya boleh bertanggungjawab pada satu apotek saja, bahkan ada satu apotek mempunyai 2 apoteker. Hal ini bertolak belakang dengan ketentuan yang ada di apotek Rakyat di pasar pramuka itu. Menurut ketentuan yang berlaku selama ini, apoteker harus berada di apotek selama jam buka apotik, itu peraturan pemerintan dan ada undang-undangnya. Anek ..kok.. pemerintah sendiri yang melanggarnya?( lihat disini :) . Empat apotek dengan satu apoteker.. logikanya mana mungkin satu apoteker berada pada 4 lokasi yang berbeda .. Pertanyaan selanjutnya.. apakah apoteker dari apotek rakyat itu hadir setiap hari dan mengawasi peredaran obat di apoteknya. Sebaiknya aparat pengawas di Dinkes DKI dan para apoteker yang peduli… untuk melakukan survei dan lihat sendiri di lapangan.. apakah apoteker penanggung jawab hadir setiap hari disana? Sekiranya apoteker tid tidak hadir apakah ada asisten apoteker yang mewakilinya setiap hari ???. Kalau perlu coba selidiki siapa saja apoteker yang bertanggung jawab di apotek rakyat tersebut… apakah ada apoteker Pegawai negri sipil (PNS) yang bertugas rangkap, bertugasnya dikantor mana saja, kenapa bisa menjadi APA di apotek rakyat tersebut?, berapa gajinya perbulan?.. dan lain-lain pertanyaan yang ujung-ujungnya adalah UUD. sedemikian parahkan kondisi apoteker kita saat ini sehingga mau mempertaruhkan kredibilitas dan ijazahnya demi UUD?
4. Dokumentasi Apotek rakyat
Kalau anda membeli obat di apotek rakyat secara resmi, (misal pakai resep, atau membeli secara bebas), apakah bukti pembelian dapat anda minta atau didicatat dalam faktur resmi dan syah yang ditandatangani oleh apotekernya?
5. Siapa konsumen di Apotek Rayat?
Anda boleh buktikan atau survei sendiri ke sana… yang menjadi konsumen atau pembeli di apotek rakyat hanya sebagian kecil saja dari pasien atau rakyat yang membutuhkan obat untuk menyembuhkan penyakitnya, tetapi lebih di dominasi oleh para pedagang obat. Pedagang itu bisa pemilik toko obat, pemilik Apotik, atau pedagang obat lepas (mirip sales PBF tetapi pakai faktur putih ). Mereka membeli obat disana karena harganya jauh lebih murah dibanding di apotik atau bahkan di PBF sekalipun. Obat yang dibeli oleh pedagang disana adalah komoditi untuk di jual lagi kepada rakyat atau pasien yang membutuhkannya. Selain pedagang obat , yang belanja disana, adalah para dokter . Umumnya para dokter belanja obat di pasar pramuka khususnya di apotek rakyat karena disamping harga obatnya murah dari PBF juga disana telah resmi manjadi apotik, jadi dokter lebih aman belanja di tempat yang sudah legal, dengan sendirinya para dokter bisa dispensing obat di tempat prakteknya dan menjualnya kembali kepada pasiennya. Selanjutn ya yang belanja disana adalah para pemilik klinik dan Balai Pengobatan. Jadi menurut saya tujuan berdirinya APOTIK RAKYAT tidak menyentuh langsung kebutuhan Rakyat dan jauh melenceng dari sasaran pemerintah .

Dampak Psikologis Apotek Rayat
Dengan diresmikan atau dibukanya APOTEK RAKYAT di pasar pramuka oleh MENKES (Dr.dr. Siti Fadilah Supari Sp.JP) , maka sangat memberikan dampak psikologis yang sangat melegakan segaligus mengkwatirkan bagi banyak kalangan masyarakat.
a.Dampaknya terhadap pedagang obat
Yang merasa setuju tentu para pedagang obat baik yang berada dipasar pramuka maupun diluar . Adanya selisih harga , antara harga resmi di PBF dengan harga obat di Apotik Rakyat menyebabkan para pedagang tergiur untuk belanja disana. Dengan di legalkannya banyak toko obat di pasar Pramuka menjadi apotik, akan membuat lega para pedagang obat lainnya.

b.Dampak terhadap Dokter dan praktisan Kesehatan lainnya
Para dokter yang dispensing sudah tidak malu-malu lagi mencari obat yang dibutuhkannya, kalau sebelumnya para dokter masih ngumpet-ngumpet kesana, sekarang sudah tidak takut lagi memakai baju kebesarannya, begitu juga para petugas kesehatan dari puskesmas atau dinas kesehatan lainnya yang ingin mendapatkan harga obat murah, dengan bangga mereka memperlihatkan atau mengenakan baju seragamnya . Bukan tidak mungkin pula , system pengadaan obat-obat tender yang di terjadi di berbagai tempat di kantor dinas kesehatan , rumah sakit pemerintah atau swasta, obatnya berasal dari pasar pramuka (apotik rakyat) , karena terdapat selisih harga yang cukup signifikan untuk mendapatkan keuntungan bagi yang sudah disetujui usulan tendernya.

c.Dampaknya terhadap Apotek reguler
Sementara yang merasa kwatir dan kena dampak langsung adalah Apotik reguler, karena terjadi persaingan harga yang tidak sehat, terdapat selisih harga resmi dari PBF dengan harga di Apotik Rakyat. Akibatnya banyak para pemilik apotik regular mencari obat murah di sana. Para pemilik apotik (PSA) tidak merasa bersalah membeli obat di apotik rakyat karena apotik rakyat punya izin apotik yang legal. Sesama apotik tidak dilarang untuk saling membeli obat dan itu ada ketentuannya dalam peraturan pemerintah, dan lagi dalam draf kebijaksanaan apotek rakyat tidak diatur khusus tentang jalur distribusinya ( disinilah letak kelemahannya). Akibatnya terjadi persaingan harga yang tidak sehat antara apotek-apotek reguler di luar sana.

d.Dampak terhadap pandangan masyarakat pada Apotek regular
Akibatnya masyarakat merasa yakin bahwa apotik reguler benar-benar menjual obat dengan harga tinggi , masyarakat tidak suka menebus obat ke Apotik reguler, masyarakat merasa lebih baik langsung berobat ke dokter praktek (murah dan dapat obat langsung). Jadi efek psikologisnya bagi masyarakat adalah pembenaran bahwa, apotik regular menjual obat dengan harga tinggi.

e.Dampak terhadap Apoteker
Efek psikologis terhadap apoteker tentu lain lagi. Akan terjadi kecurigaan dari apoteker reguler terhadap apotik jalur khusus (Apotik rakyat) atau sebaliknya. Apakah apoteker di apotik rakyat terlibat langsung dalam sitim pengadaan obat-obatan, apakah apotekernya mengawasi jalur distribusi obat disana? , kalau ada sejauh mana fungsi dan wewenangnya ?. Bisa saja terjadi pelecehan fungsi dan peranan apoteker disana dan ini akan memberi dampak negative pada apoteker di jalur lainnya . Tentu ISFI harus survey untuk memperoleh fakta yang akurat di lapangan, apakah ISFI pernah melakukannya ?, kenapa sampai sekarang ISFI belum juga menentukan sikap? apakah ISFI juga berperan langsung atau tidak langsung dalam mengoalkan draf dan peresmian apotek rakyat?

f.Dampak setelah di legalkan menjadi apotek
Yang jelas saat ini pasar pramuka semakin ramai saja, murah dan meriah. Siapa saja bisa dengan mudahnya memperoleh obat daftar G dengan resep ataupun tanpa resep, siapa saja dapat memperoleh obat dalam jumlah berapapun ( untuk keperluan sendiri atau untuk diperdagangkan kembali ). Disana kita benar-benar bebas untuk belanja obat sesuka hati, sepertinya disana sudah menjadi PASAR SWALAYAN obat OTC dan obat daftar G . Sepertinya pemerintah sudah kehilangan jurus ampuh untuk mengotrol dan mengendalikan distribusi obat daftar G di lokasi apotik rakyat Pasar pramuka tersebut. Namun pemerintah selalu membantah , telah me-legal-kan peredaran obat daftar G di pasar pramuka melalui perizinan Apotek rakyat, pemerintan selalu mengatakan bahwa yang dilegalkan hanyalah system perizinan , bukan distribusi obat, namun kenyataannya berbeda dengan teori. Pemerintah kembali seperti dulu, tidak mampu mengontrol peredaran obat daftar G di sana. Penggantian nama toko obat menjadi Apotik rakyat di pasar pramuka hanya soal penggantian papan nama, namun prakteknya sama seperti dulu Sepertinya Apotekernya juga tidak mempunyai kekuatan untuk melakukan kontrol peredaran obat daftar G di apoteknya masing-masing , apoteker bagaikan orang gajian saja, seberapa besar sih gaji apoteker disana sehingga fungsi dan tanggung jawabnya menjadi tersingkirkan?. Sebagai apoteker saya bertambah prihatin menyaksikan kondisi yang bertambah parah ini. Apakah program TATAP yang digembar-gemborkan ISFI dapat di terapkan di apotek rakyat pasar pramuka?

g.Dampak terhadap system distribusi Obat Nasional
Peredaran obat di pasar pramuka bukan lagi berskala lokal (sekitar jabotabek saja) tetapi sudah berskala nasional dan bukan tidak mungkin berskala internasional. Dan ini akan memberi dampak yang cukup besar terhadap system jalur distribusi obat Nasional.. Menurut ketentuan pemerintah, tentang jalur distribusi obat nasional adalah dari Pabrik >>> distributor resmi >>>;.. apotek/TO berizin >>>>;.. dokter/pasien.
Jalur distribusi obat di pasar pramuka sudah terbentuk sedemikian rupa dengan ciri-ciri yang tidak jelas ujudnya yang berada diluar jalur distribusi resmi. Jelas ini akan mempengaruhi sistem peredaran obat nasional dan tentunya juga dapat mempengaruhi system ketahanan obat nasional. Untuk itu pemerintah atau LSM yang peduli diharapkan mengadakan survey, sejauh mana dampak peredaran obat di pasar pramuka berpengaruh terhadap system distribusi obat nasional. Hal ini perlu dikaji agar kita semua mengetahui dampak negatifnya.
Semua orang tentu sudah mengetahui bahwa pasar pramuka identik dengan Obat murah. Tetapi banyak masyarakat tidak tahu dan tidak peduli kenapa mereka bisa menjual obat jauh dibawah harga resmi. Untuk itu diharapkan pemerintah selaku otoritas pengendali distribusi dan harga obat nasional, menjelaskan sejujurnya kepada segenap lapisan masyarakat , kenapa obat si pasar pramuka jauh lebih murah , dibawah harga remi yang sudah ditetapkan.

Terdapat beberapa kemungkinan, kenapa harga obat di pasar pramuka bisa lebih murah dari pada harga resmi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Kemungkinan itu antara lain adalah ;
- Pemotongan jalur distribusi.
Pemesanan obat langsung pada pabrik obat, tentu akan memangkas jalur distribusi, dan ini akan berpengaruh terhadap harga obat.
- Pembelian dalam partai besar
Pembelian dalam jumlah besar dapat dilakukan secara berkelompok (patungan) atau secara pribadi (system berantai). Pembelian dalam jumlah besar dan langsung pada pabrikan akan lebih menguntungkan lagi , karena pihak pabrik akan memberikan berbagi insentif. Insentif dapat berupa potongan harga (discount) atau bonus (hadiah). Potongan harga yang diberikan oleh pabrik dapat berkisar antara 10% - 50%. Sedangkan bonus bisa berupa barang yang sama atau lainnya yang jumlahnya berfariasi tergantung pada banyaknya barang yang dipesan.
- Pembelian tanpa pajak
Pada waktu-waktu tertentu, pihak pabrik dapat menjual barang tanpa PPN. Ini merupakan akal-akalan pabrik untuk menghindari pajak sehingga barang yang menumpuk di gudang dapat dikurang dari stok dan terhindar dari pengawasan petugas pajak. Pembebasan PPN sebesar 10% memberikan dampak yang cukup besar terhadap biaya pokok, dan tentunya para pedagang akan menjadikan harga ini sebagai harga pokok penjualan. Nah ini akan menyebabkan harga obat akan lebih murah lagi.
- Pedagang sebagai Distributor tidak resmi
Beberapa pabrik obat tertentu dapat menunjuk pedagang obat atau apotik rakyat tertentu di pasar pramuka sebagai distributor atau agen tidak resminya. Hal ini tentu menyebabkan mereka memperoleh harga lebih murah lagi sesuai dengan perjanjian kontrak atau target penjualan yang sudah disepakati bersama.
- Pembelian pada jalur tidak resmi
Pasar pramuka dapat menampung obat-obat yang tidak dipakai di Rumah sakit pemerintah atau swasta dengan harga jauh dibawah harga normal. Bahkan obat-obat pribadi yang sudah tidak dipakai lagi dapat ditampung disana. Obatan-obatan dalam kategori ini masih asli dan belum kadaluarsa , jadi masih dapat dipergunakan oleh orang lain yang memerlukan. Nah peluang inilah yang dimamfaatkan dengan baik oleh para pedagang di pasar pramuka. Jelas ini akan saling memberikan keuntungan antara si pemilik obat tersebut dengan para pedagang obat di pasar pramuka. Bahkan obat yang dicuri atau dikorupsi oleh oknum dari instansi kesehatan pemerintah atau rumah sakit swasta dapat disalurkan ke pedagang obat di pasar pramuka. Tentu saja transaksi penjualan obat-obat dalam kategori ini tanpa faktur atau tanpa bukti tertulis.

Sudah tidak heran lagi kalau omzet para pedagang di pasar pramuka sangat besar , karena mereka dapat menarik banyak konsumen untuk belanja kesana. Besarnya omzet para pedagang obat disana , bukan karena banyaknya pasien atau rakyat yang membeli dengan resep dokter, tetapi karena banyaknya para pedagang , dokter dan praktisan kesehatan lainnya yang belanja dalam jumlah besar. Perputaran uang dipasar pramuka tentu sangat besar, bisa mencapai milyaraan rupiah perharinya. Dengan asumsi , omzet setiap pedagang beromzet minimal 5 juta (lihat juga...), sedangkan yang terbesar 200 juta. Kalau diambil rata-rata 15 juta saja , maka omzet total untuk 210 pedagang adalah 3,5 milyar rupiah per harinya. Artinya , kalau yang terlibat ada 3 unsur ( pemasok, penjual dan pembeli) maka total transaksi perharinya bisa mencapai lebih dari 10 milyar perhari. Tentu saja ini baru asumsi, tetapi mungkin saja kenyataannya lebih besar dari nilai tersebut. Yang jelas sumbangan dari rakyat yang menebus resepnya atau pasien yang mencari untuk penyembuhan sendiri , tentu saja tidak sebanding dengan penyumbang omzet yang lainnya (pedagan obat, dokter, klinik dan Rumah sakit).

Rabu, 15 Oktober 2008

PROGRAM TATAP

Progam TATAP yang tidak jelas menatap

Program TATAP yang sudah digulirkan oleh induk organisasi Farmasi (ISFI) sejak dicanangkan tahun 2005 yang lalu, disambut dengan antusias oleh segenap apoteker yang ingin merasakan kredibilitas Apoteker lebih bermartabat dan disegani oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Para apoteker yang sejak dulu telah melaksanakan khitahnya di jalan yang benar , tentu tidak ingin menjadi objek pandangan sinis masyarakat ,yang disebabkan oleh ulah para apoteker lain yang masih belum mau kembali ke pencitraan yang benar. Masih banyak apoteker di luar sana yang belum menjalankan profesinya secara murni dan benar di apotek, padahal , pada hari dia dinobatkan sebagai abdi masyarakat, para apoteker tersebut sudah mengikrarkan lafal-lafal sumpah setia untuk tidak mengecewakan masyarakat yang akan menjadi pasangan hidupnya. Namun sumpah setia dan lafah-lafal indah itu akhirnya menjadi janji-janji kosong belaka, manakal nilai-nilai lembaran rupiah sudah menggerogoti nadi kehidupannya, manakala objekan lain memberikan nilai tambah pada pundi-pundi keuangannya, manakala apotek yang seharusnya dia asuh , hanya memberikan nilai material sebagai tambahan kocek di sakunya. Namun segelintir apoteker yang masih terseok-seok di jalan profesinya yang benar, masih tertatih-tatih menahan ketidakpercayaan masyarakat yang mengerdilkan harkat dan martabatnya. Ketidakpercayaan masyarakat yang melecehkan profesi apoteker sudah tidak pandang bulu lagi sehingga segelintir apoteker yang tidak ikut berbuat, merasakan akibatnya. Kalau kondisi ini terus dibiarkan ,maka keterpurukan apoteker semakin jauh kedalam lumpur kenistaan.
Siapakah yang peduli dan mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada apoteker? Apakah pemerintah dapat diharapkan?, Apakah kesadaran dan hati nurani para apoteker yang belum sadar itu, bisa kembali kejalan yang benar dengan ihklas? Atau semuanya terpulang kepada masing-masing pribadi apoteker? Apakah kita dapat berharap banyak kepada organisasi ISFI untuk memperjuangkan hak-hak segelintir apoteker yang selama ini tertindas oleh ulah para oknum apotreker lainnya yang sudah lupa akan tanggung jawabnya?
Jauh sebelum program TATAP diikrarkan oleh ISFI tahun 2005, sudah ada peraturan pemerintah yang berkekuatan hukum untuk mengatur kinerja Apoteker di Apotek . Kalau kita merujuk ke Permenkes No. 922\MENKES\PER\X\1993 pasal 19, berbunyi ;
1) Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotik, APA dapat menunjuk Apoteker Pendamping. 2) Apabila APA dan Apt Pendamping berhalangan melakukan tugasnya, APA dapat menunjuk Apoteker Pengganti. Jelas tidak ada alasan bagi apoteker untuk meninggalkan tugas pokoknya di apotek, apapun alasannya.
Kalau kita merujuk lagi pada Undang-undang kesehatan No 23 tahun 1992 pasal 50, pasal 54 dan pasal 63, maka tidak ada alasan bagi apoteker untuk mendelegasikan tugas dan kewenangannya kepada Asisten jika apoteker berhalangan hadir pada jam buka Apotek.
Tetapi entah kenapa , peratuan dan ketentuan yang berlaku tersebut tidak dapat dilaksanakan dan diterapkan kepada apotek-apotek yang melanggarnya. Ketidak hadiran apoteker di apotek pada jam buka masih tetap tinggi . Di propinsi DKI saja , yang menjadi barometer pelaksanaan peraturan tersebut, justru memperlihatkan hasil yang sangat mengecewakan, 95% apoteker tidak hadir pada jam buka apotek (menurut hasil survey mahasiswa UI lihat disini..). Jadi perlu dipertanyakan , sejauhmana kontrol pemerintah terhadap kenerja apoteker di apotek ?, kenapa pemerintah (dalam hal ini Dinas Kesehatan Propinsi atau BPOM setempat) tidak mampu memberikan tindakan yang semestinya kepada apotek-apotek yang melanggar ketentuan tersebut ?, apakah aparat yang berwenang tidak mengetahui atau seakan tidak peduli dengan kondisi tersebut? Apakah aparat tersebut juga merangkap sebagai apoteker di apotek yang dia kelola, sehingga fungsi pengawasan tidak berjalan dengan efektif?.
Tentu perlu pula dipertanyakan, kenapa para apoteker jarang hadir pada jam buka apotek? Tentu banyak alasannya, antara lain adalah ;
- Salary apoteker di apotek tersebut terlalu kecil sehingga tidak mampu menopang kebutuhan hidup yang layak.
- Tugas-tugas pokok di apotek merupakan rutinitas yang ringan jadi dapat di laksanakan oleh Asisten .
- Apoteker mempunyai tugas pokok di instansi lain yang tidak bisa ditinggalkan , sehingga apoteker bekerja paroh-waktu di apotek .
- PSA (pemilik sarana apotek) tidak sanggup mengeluarkan biaya tambahan untuk mebayar apoteker pendamping, sehingga ketidakhadiran apoteker tidak terelakkan.
- Asisten yang berpengalaman sudah dianggap mampu menggantikan semua tugas-tugas apoteker di apotek.
Apoteker berdalih bahwa, peralihan PP Nomor 26 Tahun 1965 kepada PP Nomor 25 Tahun 1980 tentang peralihan pengelolaan apotek dari badan usaha ke sarjana farmasi, tidak diimbangi dengan kaidah-kaidah lain yang dibutuhkan apoteker, seperti dengan pemberian reward yang memadai. Alasan tersebut tentu dianggap sangat kuat bagi apoteker tersebut untuk meninggalkan pos nya di Apotek, bahkan alasan ini dijadikan jurus ampuh agar penegak hukum di DEPKES lebih toleran terhadap para apoteker yang melanggar tersebut. Sebenarnya apoteker sudah melanggar hukum, tetapi hukum tersebut terpaksa dilanggar.
Hal ini bisa juga disebabkan oleh apoteker yang berasal dari jajaran DEPKES atau BPOM banyak yang bekerja rangkap sebagai APA di wilayah kerjanya. Aparatur yang bekerja di jajaran DEPKES baik di Dinas Kesehatan maupun di BPOM di beri kewenangan untuk melakukan pengawasan dan pemberian izin Apotik. Jadi bagaimana mungkin seorang aparatur pengawas yang berperan ganda , dapat bersikap adil dalam melaksanakan kewenangannya. Ibaratnya seorang wasit juga sebagai pemain. Reformasi hukum di jajaran DEPKES belum berjalan seperti yang berlaku dalam reformasi politik di Indonesia ( seperti ; ketentuan dimana PNS tidak bisa merangkap sebagai aktifis partai).
Dari sudut pandang sosiologis, ketidakpatuhan apoteker terhadap ketentuan pengelolaan apotek, merupakan kegagalan norma hukum di dalam perilaku penegak hukum dan masyarakat , sehingga hukum tidak dapat memenuhi nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.
Sepertinya pemerintah dinilai gagal melaksanakan amanat penegakkan hukum , khususnya dibidang pengawasan pengelolaan apotek.
Pada saat kongres ISFI tahun 2005, pemerintah dalam hal ini kepala BPOM (Dr.Sampurno, Apt.MBA) mengajak ISFI bekerja sama untuk melakukan pemurnian fungsi apoteker. Gayung bersambut, ketua terpilih ( Prof. DR Haryanto Dhanutirto, DEA, Apt) berdasarkan keputasan kongres , menetapkan TATAP(Tiada Apoteker Tiada Pelayanan), sebagai program unggulan yang sesegera mungkin untuk dilaksanakan (seperti dalam pidatonya saat pelantikan “Profesi Apoteker harus kita tegakkan kembali, karena itu ISFI harus bergerak cepat. Mulai tahun 2007 kita inginkan Apoteker wajib berada di Apotek sejak buka hingga tutup. Karena itu minimal harus ada dua orang Apoteker jika Apotek buka dari jam 8 pagi hingga jam 9 malam. Dan tidak ada pengecualian bagi Apoteker Pegawai Negeri Sipil atau anggota ABRI." ).
Sebenarnya tidak ada yang istimewa dalam program TATAP untuk mengembalikan fungsi apoteker di apotek karena sampai tahun 2008 ini, belum ada produk hukum yang dilahirkan ISFI yang mampu mewajibkan anggotanya hadir setiap saat di Apotek, kekuatan TATAP baru terlihat pada saat anggota mengurus surat rekomendasi , sebagai salah satu persyaratan dalam permohonan surat izin apotek (SIA).
Sampai saat ini program TATAP masih berupa gerakan moral atau shockterapi agar setiap anggota dapat melaksanakan profesinya di jalan yang benar.
Program TATAP yang mewajibkan apoteker minimal 2 orang di satu Apotek mendapat banyak tantangan terutama dari kalangan praktisan hukum , seperti PERDA di masing-masing daerah yang tidak sejalan dengan aturan main dalam progam TATAP. Kewajiban untuk menyiapkan 2 apoteker dalam pengurusan SIA bagi apotek baru, juga tidak jelas dasar hukumnya.
Pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 284/Menkes/Per/III/2007 tentang Apotek Rakyat yang telah diresmikan oleh mentri kesehatan pada tanggal 3 april 2007 yang lalu, sepertinya Program TATAP tidak sesuai dengan aturan main pemerintah. Buktinya , setiap 4 apotek rakyat dapat dikelola oleh satu apoteker , seperti yang terjadi DKI (pasar Pramuka). Sepertinya program TATAP dan program pemerintah berjalan sendiri-sendiri, tidak terlihat adanya koordinaasi yang sinergi. Perlu pula dipertanyakan , bagaimana sikap ISFI terhadap permenkes tersebut?
Keharusan untuk menyediakan 2 apoteker pada program TATAP diharapkan untuk tidak mensiasati adanya apoteker yang kerja rangkap di instansi pemerintah (PNS atau ABRI). Idealnya, baik apoteker PNS. ABRI maupun apoteker swasta , tidak diperkenankan kerja rangkap. Masih banyak jalur lain selain dari apotek sebagai pilihan bagi apoteker, misalnya Staf pengajar, peneliti, Industri farmasi, distributor obat, PNS, ABRI, obat tradisional dan lain sebagainya yang semuanya sama baiknya dengan Apotek, disanapun apoteker dapat menjalankan profesinya sebagaimana mestinya..
Kita masih berharap banyak pada ISFI untuk mengembalikan harkat dan martabat apoteker dalam pencitraan masyarakat , kita masih berharap program TATAP yang sudah berada di pundak pengurus ISFI pusat , merupakan tugas luhur yang harus dipikul bersama-sama oleh seluruh anggotanya. Namun pertanyaan besar dan keragu-raguan masih bersemayam di dalam kalbu , apakah program TATAP dapat menggiring dan memulangkan apoteker ke kandangnya?

Jumat, 03 Oktober 2008

Apoteker dalam Sebuah Renungan

Profesi Apoteker dan Dokter itu bagaikan dua sisi mata uang. Di satu sisi,Dokter mendiagnosa dan menentukan penyakit dan di sisi lainnya apoteker mencarikan obat yang tepat sesuai dengan diagnosa dokter. Dengan kata lain; dokter memegang pistolnya sedangkan Apoteker menyiapkan pelurunya.
Pistol tanpa peluru tidak mempunyai kekuatan, sebaliknya peluru tanpa pistol tidak ada artinya. Sekarang pistol yang di tangan dokter sudah ada pelurunya, apoteker hanya memegang selongsongnya saja.

Indonesia termasuk negara yang tertinggal di bidang farmasi. Perkembangan ilmu farmasi di Indonesia lebih banyak mengikuti perkembangan di negara lainnya.. Hampir 99% bahan baku , bahan tambahan , termasuk kemasan adalah import, yang 1%-nya tentu saja H2O yang selalu melimpah terutama kalau musim hujan. Apoteker yang bertugas di pabrik obat dapat di ibaratkan sebagai tukang jahit, bahkan mesin jahitnyapun import, apoteker tinggal merancang design yang sesuai dengan permintaan pasar, terserah mau bikin sediaan apa saja .. Pabrik obat di Indonesia bagaikan pabrik rakitan saja.
Tetapi untunglah Peran Apoteker bukan hanya dibidang produksi obat saja, ada apoteker Rumah sakit , ada apoteker di apotik, sebagai peneliti dan pendidik, marketing dan lain sebagainya, kecuali kalau apoteker mau banting stir ke luar bidang profesinya. Kalau banting stir kenapa dulu pilih profesi apoteker ?

Di rumah sakit, Instalasi Farmasi adalah tempat apoteker berprofesi. Seharusnya peran apoteker di sana sebagai decision marker di bidang obat ,tetapi dalam kenyataannya, peran apoteker hanya sebatas pengadaan kebutuhan obat. Peran Apoteker sebagai konsultan obat sudah terpenuhi di tangan dokter. Mungkinkah hal ini disebabkan apoteker tidak mempunyai wewenang dan keahlian di bidangnya? lebih prihatin lagi kalau mereka menempatkan diri hanya sebagai pelayan kebutuhan obat .

Peran apoteker di jenjang kepemerintahan juga tidak jelas. Pucuk pimpinan dalam jajaran BPOM saat ini bukan dipegangang oleh seorang Apoteker , tetapi oleh seorang Dokter, dan ini juga terjadi pada beberapa dinas kesehatan di berbagai Propinsi di Indonesia. Apakah kopetensi dan profesionalisme seorang apoteker masih diragukan dalam hirarki kepemerintahan? Yang jelas ini bukanlah opini tetapi begitulah yang terjadi.

Peran Apoteker di Apotik juga tidak lebih baik bahkan mungkin lebih parah.(lihat juga..)
Di apotik, apoteker sering dilecehkan masyarakat ” apoteker tekab”. Akibatnya masyarakat semakin jauh , apoteker dan masyarakat saling tidak peduli. Asisten Apoteker mendapat porsi plus dan lebih simpatik di hati masyarakat khususnya lagi bagi Pemilik Sarana Apotik. Apoteker nggak hadir, apotik masih bisa jalan, tetapi kalau asisten tidak datang maka Pemilik Sarana Apotik kelihatan muram, sedih dan marah-marah. Wajar kalau Asisten Apoteker mendapat salary lebih tinggi perbulannya.

Beberapa waktu yang lalu (tahun 2005) induk organisasi farmasis (ISFI) sudah menggulirkan program yang sangat keren” No Pharmacist No Services, sekarang bernama TATAP”. Sudah 3 tahun program ini bergulir, hingga saat ini apakah sudah berhasil? yang kita lihat masih banyak apoteker berdomisili di tempat-tempat lain yang merupakan sumber penghasilan utama mereka seperti di kantor-kantor pemerintah , di rumah sakit, ditempat mengajar, di balai pemeriksaan dan pengawasan obat (DEPKES) yang notabene mereka adalah para PNS dan ABRI. Apotik merupakan objek tambahan penghasilan , apotik merupakan kerja sampingan untuk pengisi waktu luang. Apoteker yang berstatus sebagai PNS dan ABRI lebih beruntung ketimbang yang berstatus sebagai apoteker swasta, mereka yang PNS dan ABRI menurut ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku sekarang masih diperbolehkan kerja rangkap , yang apoteker Swasta mereka harus memilih.
Ternyata Pemilik Sarana Apotik (PSA) juga lebih senang memilih Apoteker yang PNS ketimbang apoteker baru tamat atau apoteker pengangguran, mungkin PSA merasa lebih terlindungi, Apoteker PNS lebih awet, PSA akan mendapat banyak kemudahan nantinya.
Padahal apoteker yang kerja rangkap diragukan kerja profesionalnya , mereka lebih bersifat amatiran.

Apa alasannya apoteker PNS dan ABRI boleh kerja rangkap ?. Apakah jumlah Apoteker yang di hasilkan perguruan tinggi (PT) di Indonesia tidak cukup?. Dalam suatu seminar nasional ISFI pernah dilaporkan bahwa Apoteker baru yang dihasilkan PT farmasi se Indinesia sudah mencapai 2.500 per tahun. Suatu jumlah yang fantastis, tidak mungkin Indonesia kekurangan Apoteker. Angka 2500 orang pertahun berpotensi besar untuk menganggur, namun siapa yang peduli? Sepertinya tidak ada yang peduli, pemerintah?, ISFI?, Pejabat?, DPR? para senior? Bahkan apoteker baru tamatpun masih tetap diam , asyyik dengan diri sendiri, apakah anak muda ini akan tertular penyakit seniornya atau akan lebih parah lagi?

Peluang besar untuk tempat pengabdian apoteker adalah apotik , karena pertumbuhan apotik saat ini sangat pesat, namun apoteker baru tamat kalah bersaing dengan apoteker yang bersatus PNS.. Peluang apoteker kerja di apotik memang banyak, itu dalam segi kuantitias, namun seberapa banyak apoteker siap buka apotik milik sendiri dan kerja fulltime disana? Tentu saja apoteker harus berpikir lebih dari 10 kali sebelum memutuskannya.. Kenapa? tentu banyak alasan, seperti kurang modal (alasan lama), ngak ngerti management apotik, usaha yang tidak prospek, rutinitas yang membosankan, pesaingan berat, kurang rasa percaya diri, dan masih banyak lagi alasan lainnya. Intinya, apoteker tidak berminat mengandalkan hidupnya hanya berwiraswasta di apotik . Nyatanya para PSA berlomba-lomba buka apotik baru, mungkin PSA punya banyak modal, walaupun nanti rugi , itu bukan resiko apoteker, apoteker adalah mitra usaha PSA ketika apotik untung , kalau nanti apotik rugi apakah apoteker peduli?

Kok semuanya seperti amburadul ya? Bagaimana para farmasis kita itu mampu melakukan swasembada obat nasional, kalau berdiri diatas kemampuan sendiri saja mereka ngak yakin? Bagaimana para farmasis kita bicara tentang pemberantasan korupsi, kalau setiap hari mereka selalu korupsi waktu di apotik? Bagaimana para farmasis kita bicara tentang penegakkan keadilan kalau peraturan perundang-undangan yang mereka pegang tidak adil dan diskriminatif? Bagaimana para farmasis kita membendung arus Globalisasi yang begitu deras, kalau melakukan management apotik saja mereka masih amatiran? Bagaimana para farmasis kita bicara tentang kredibilitas apoteker, kalau ijazah apoteker hanya dihargai dengan lembaran rupiah? Bagaimana para farmasis kita bicara tentang FairPlay, kalau yang melakukan pemeriksaan dan pengawasan apotik adalah orang yang sama dengan yang diawasi dan diperiksa? Siapa yang peduli?siapa yang mampu merubah prilaku dan kondisi ini? apakah semua yang kotor itu masih bisa dibersihkan? Apakah lantai itu sudah terlalu kotor sehingga susah sekali dibersihkan? Atau mungkin sapunya yang tidak bersih, sehingga selalu saja meninggalkan kotoran ?
Semoga tulisan dapat mengetuk hati nurani para tenaga professional kita yang bernama Apoteker , menggugah dan menyadarkan mereka untuk berbuat lebih professional tanpa pamrih pada masyarakat yang membutuhkannya. (penulis: Drs. Hendri, Apoteker)