Kamis, 22 Januari 2009

dosa apotekerkah?

Pada siang di hari rabu , seorang ibu berkerudung putih dengan senyumnya yang manis sudah menunggu di depan apotik. Si ibu langsung mencari apoteker dan menanyakan tentang obat yang digunakan oleh anaknya yang berusia 13 tahun;

Si IBu : pak ! anak saya sore kemaren sudah berobat ke dokter, lalu dikasih obat ini
Ramavex (ciprofloxacin) carbidu(dexametason) dan flucadex( pct500 +anthistamin). Namun panasnya tidak turun-turn, malah tambah tinggi. Tolong pak dicarikan ganti obatnya dengan yang lebih manjur.

Si apoteker langsung memeriksa kandungan obat tersebut dan menanyakan keluhan lain yang dialami oleh anaknya yang lagi sakit ;

Si Apoteker : selain panas , apalagi yang dikeluhkan oleh anak ibu itu?
Si Ibu : mual-mual dan muntah, kembung dan perih di lambung, tetapi tidak diare pak!

Si apoteker langsung memeras pikirannya untuk memilih obat lain yang lebih bagus. Tetapi setelah di timbang-timbang, si apoteker tidak berani menggantikan obat tersebut karena komposisi obat itu tentu sudah tepat, mungkin saja penyakit pasien itu belum mencapai puncaknya karena baru mulai tadi malam. Cuma keluhan muntah dan mual yang sebaiknya diatasi.

Si apoteker : begini saja ibu. Sebaiknya ibu lanjutkan saja meminum obat ini dan kalau dia merasa kembung atau mual, saya tambahkan saja antasida ini ( gastrusid), kalau panasnya masih tetap naik sampai sore nanti , sebaiknya ibu langsung bawa ke rumah sakit. Gimana bu?

Si Ibu langung meneliti obat yang ditawarkan oleh si apoteker. Namun si Ibu tidak langsung menanggapi saran si apoteker, malahan dia langsung mengeluarkan HP dari dalam tasnya, terus menelepon seseorang , kemungkinan besar suaminya. Setelah berdiskusi panjang lebar dengan suaminya, si ibu langsung memninta obat pada si apoteker;

Si Ibu : begini saja pak! Saya minta paracetamol tablet saja dan juga saya minta antibiotic amoksilin 500.

Si apoteker berpikir sejenak untuk menyampaikan suatu maksud,

Si apoteker : begini bu! Sebenarnya obat yang di minum oleh anak ibu itu sudah mengandung antibiotic dan paracetamol. Jadi sebaiknya jangan dicampur dengan obat dokter itu tadi ya !.
Si Ibu ; ah ngak apa-apa pak! Saya ngerti kok...

Si apoteker menjadi sedih karena sarannya dianggap angin lalu oleh si pasien . tetapi si apoteker merasa sudah menyampaikan kewajibannya. Mungkin saja si ibu itu memang mengerti banyak tentang bahan obat dan tidak ada salahnya si Ibu melakukan swamedikasi. Begitu bathin si apoteker.

Si apoteker : baik bu, tapi kalau sakitnya berlanjut segera ke dokter ya bu!

Si Ibu tanpa menoleh langsung pergi setelah menerima obat dari tangan si apoteker. Si Ibu tentu yakin sekali dengan pilihannya. Sementara si apoteker berpikir jauh ke dalam lubuk hatinya , sebuah pertanyaan besar yang belum terjawab bersemayam di dalam dadanya “ kenapa masyarakat masih tidak percaya pada apoteker, apa dosa apoteker?”

Tidak ada komentar: